Penerapan Motif Awan Sion Dan Pinto Aceh Dalam Karya Ukir
Main Article Content
Jufli Bahruni
Karya seni ukir kayu berjudul Teuka Rindu merupakan bentuk ekspresi kreatif yang berangkat dari keprihatinan terhadap lunturnya eksistensi dan minat masyarakat Aceh terhadap ukiran tradisional khas daerah tersebut. Karya ini menggabungkan dua motif utama: Pinto Aceh, yang merupakan ornamen khas pintu rumah adat Aceh, dan Awan Sion, sebuah motif dengan makna spiritual yang mendalam. Teuka Rindu lahir sebagai respons terhadap kondisi aktual di mana ukiran Aceh mulai tergeser oleh dominasi motif luar daerah, kehilangan kekhasan lokalnya, dan tidak lagi menjadi bagian dari identitas visual masyarakat sehari-hari.
Konsep penciptaan karya ini berlandaskan pada simbolisme pintu sebagai representasi gerbang tradisi dan identitas budaya. Motif Awan Sion secara visual menimpa motif Pinto Aceh dalam karya ini sebagai metafora dari tertutupnya akses terhadap warisan budaya Aceh oleh nilai-nilai baru yang lebih dominan. Penempatan motif Awan Sion di sudut kanan bawah dan Pinto Aceh di sudut atas menciptakan komposisi visual yang seimbang dan mendukung gagasan penutupan secara simbolik.
Secara teoritik, karya ini dikaji melalui pendekatan estetika menurut A.A.M. Djelantik, dengan memperhatikan tiga aspek utama yaitu kesatuan (unity), penekanan (dominance), dan keseimbangan (balance). Ketiganya tercermin dalam struktur visual dan makna yang terkandung dalam karya. Unsur estetika tidak hanya terlihat dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam nilai dan pesan yang disampaikan. Estetika dalam karya ini menghasilkan pengalaman visual yang padu dan mendalam, memancing perasaan rindu terhadap keindahan tradisi yang mulai terabaikan.
Bentuk karya ini adalah dua dimensi berupa relief ukiran kayu berukuran 46 x 68 cm, menggunakan bahan utama kayu surian yang dikenal kuat dan cocok untuk teknik ukir. Teknik ukir menjadi metode utama dalam perwujudan karya, dibantu dengan alat-alat seperti pahat, grinder, dan bor. Finishing karya menggunakan melamine untuk menjaga keindahan dan ketahanan permukaan karya.
Metodologi penciptaan melalui beberapa tahap eksplorasi: ide, bahan, teknik, dan bentuk. Ide berasal dari fenomena sosial budaya di Aceh yang menunjukkan kemunduran pelestarian motif ukiran lokal. Bahan yang digunakan dipilih berdasarkan ketersediaan dan kualitas, sedangkan teknik ukir dipilih karena paling relevan dalam menampilkan detail ornamen tradisional. Proses perwujudan dimulai dari perancangan sketsa hingga tahap finishing.
Secara fungsional, karya ini memiliki tiga fungsi: personal (sebagai ekspresi perasaan seniman), sosial (sebagai bentuk ajakan kepada masyarakat untuk kembali melestarikan budaya), dan fisik (sebagai karya seni pajangan dua dimensi). Teuka Rindu diharapkan mampu menjadi refleksi kolektif atas pentingnya menjaga identitas budaya lokal melalui pelestarian seni ukir Aceh. Karya ini tidak hanya menjadi wujud keindahan visual, tetapi juga pernyataan kritis dan emosional terhadap realitas sosial yang sedang berlangsung di Aceh.
Djelantik, A.A.M. (1999), Estetika Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia,Bandung.
Kartika, Dharsono Sony. 2017. Seni Rupa Modern (Edisi Revisi). Bandung: Rekayasa Sains.
Mudji Sutrisno SJ, Estetika: Filsafat Keindahan, Kanisius, Yogyakarta, 1993.
Jurnal Seni: Antara Bentuk dan Isi (Widyabakti Sabatari) Imaji, Vol.4, No.2, Agustus 2006 : 238 – 250
Martono (2019) Kriya Kayu Tradisional. Jogja:UNY Press. Diambil kembali dari https://www.google.co.id/books/edition/Kriya_Kayu_Tradisional/VpoPEA AAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Kriya+Kayu+Tradisional+(Martono:2020) &pg=PP1&printsec=frontcover
Jurnal Busana Dan Budaya: Vol. 2 (2) Oktober 2022 Riski Amalia, Anizar Ahmad, Novita, Fitriana, Aya Sophiana